Ayah Kandung Urutan Pertama Pelaku Kekerasan Anak

Sabtu, 04 September 2010 // by Go Blog News // //
PEKANBARU - Ternyata kekerasan yang dialami anak lebih banyak diterima dari ayah kandungnya sendiri. Ini didapat dari laporan Komisi Perlindungan Anak Indonesia Daerah (KPAID) bila dilihat dari hubungan korban dengan pelaku. tercatat, dari 135 kasus, ayah kandung sebanyak 41 kasus dan merupakan yang tertinggi .

Hal ini diungkapkan dalam persentasi KPAID kepada Konsul AS yang datang menyambangi komisi yang menangani kekerasan terhadap anak tersebut di Pekanbaru, Rabu (25/8). Konsul AS yang datang yakni Darcy Fyock Zotter beserta asistennya Jhan AF Sinaga.




Ketua KPAID Pekanbaru, Ekmal Rusdi mengatakan, kekerasan yang dilakuakan ayah kandung terhadap anaknya meliputi beberapa kasus yakni perlakukan salah, kekerasan, anak lari dari rumah, dan pernikahan dini. "Tanpa kita sadari ternyata ayah kandung orangtua korban yang paling banyak melakukana kekerasan pada anak. Paradigama ini harus diubah kedepannya," kata Ekmal dalam persentasinya.


Penyababnya, katanya, dikarenakan pola budaya lama yang masih tertanam di dalam benak orang tua serta hal - hal lainnya. "Dalam memperlakukan anak, mislanya, sang ayah sering memaksakan kehendaknya. Sehingga anak  bisa berontak dan bahkan lari dari rumah. Ini akan menjadi kesalahan dalam mendidik anak," kata Ekmal.

Data yang menenjukkan ayah kandung paling banyak melakukan kekerasan pada anak terlihat dari pengaduan yang masuk ke KPAID Pekanbaru selama tiga tahun bekerja. Dari 135 kasus yang telah diusut, ternyata 41 kasus dilakukan oleh ayah kandungnya. Disusul urutan dua yakni tetangga korban sebanyak 25 kasus dan pacar atau teman pada urutan ketiga sebanyak 19 kasus.

Walau kantor KPAID nampak sempit dan panas yang berada dilantai III gedung Walikota Pekanbaru, tak menyurutkan para pengurus untuk mempersentasekan apa yang diinginkan Darcy Fyock Zotter. Lima pengurus KPAID yang hadir saat itu yakni Ekmal Rusdi, H Jakiman, Yuliantony dan fatmawati menceritakan semua kasus yang telah ditangani selama tiga tahun bekerja. Mulai dari data anak jalanan, kasus tafiking anak yang terjadi serta pelanggaran Hak Asasi anak.

Untuk anak jalanan, di Pekanbaru, berdasarkan data KPAID pada 2008 lalu sebnayak 128 anak yang terdiri dari 113 anak laki - laki dan 15 anak perempuan. Anak dibawah umur pun maish banayk dipekerjakan seperti di Pembantu Rumah Tangga (PRT) serta di beberapa perusahaan seperti media massa.

Untuk kasus Traficking anak sendiri ada sebanyak enam kausus yang sudah ditangani. Dari enam kasus tersebut sudah ada yang divonis oleh pengadilan. Untuk pealanggaran hak anak, ada sebnayak 135 kasus.

Kendala yang dialamai dalam menyelesaiakan permaslaahn anak di Pekanbaru ini adalan belum  adanya kebijakan pemerintah yang pro pada anak. Permasalahan anak, kata Ekmal, saat ini maish di pandang sebelah mata. Seperti masalah anak jalanan misalnya. Saat ini belum ada rumah singgah yang dapat membina anak - anak jalanan.

"Banyak kendala yang kita hadapi dalam menyelesaiakan permasalahan anak ini. Terutama dari pemerintah yang smapai saat ini kebijakannya belumlah pro pada anak. Keluarga korban juga masih enggan melaporkan terkait permasalahan yang dialami anaknya. Dan masih banyak lagi kendala lain yang memnbuat kerja kita terhambat," katanya.

Selama kurun waktu tiga tahun, untuk kasus - kasus tertentu, seperti pencabulan, KPAID melakukan upaya pendampingan korban selama proses peradilan berlangsung. Selain itu, penyembuhan trauma psikologis serta trauma fisik korban terus dilakukan.

Dalam pertemuan tersebut, pihak Pemko yang sudah diundang tidak hadir sama sekali. KPAID tidak mau ambil pusing akan hal ini. "Biar saja. Yang penting surat pemberitahuan sudah kita layangkan," kata Ekmal. (Palti Siahaan/pis)

Followers